
GenPI.co Jateng - Masyarakat Jawa mempunyai tradisi sadranan yang digelar setiap Ruwah pada kalender Jawa.
Tradisi ini tak terkecuali dilakukan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun pendahulunya yang sekarang merupakan bekas Keraton Kartasura.
Pengiat sejarah dan budaya Solo Raya, Raden Surojo, mengatakan tradisi nyadran sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit.
BACA JUGA: Begini Tradisi Sadranan di Keraton Kartasura Jelang Ramadan
"Nyadran itu berasal dari bahasa Sanskerta, atau Jawa kuna, Sadara. Sadara itu adalah artinya mengingat roh leluhur. Tradisi nyadran atau Sadara ini dimulai dari zaman Majapahit," kata dia kepada GenPI.co, Sabtu (26/3).
Surojo menjelaskan saat itu pada pertemuan Agung, Patih Gajah Mada mengusulkan kepada Raja Hayam Wuruk untuk mengingat kembali leluhurnya, yakni Raja Gayatri.
BACA JUGA: Hidupkan Tradisi, Kecamatan Todanan Blora Bikin Gema Desa Mengaji
Usulan tersebut akhirnya diterima oleh Raja Hayam Wuruk. Ia kemudian memerintahkan para Brahmana untuk menyiapkan sesuatu yang berkaitan dengan tradisi, seperti tata upacara.
"Akhirnya, tradisi Sadara itu pada masa Majapahit itu dilakukan di candi-candi sebagai perwujudan candi para leluhurnya, seperti Candi Kidal dan sebagainya," papar dia,
BACA JUGA: Tak Lagi E-Warong, Bansos BPNT Dibelanjakan di Pasar Tradisional
Seiring berjalannya waktu, nyadran terus berkembang dan dilakukan hingga pada masa Kerajaan Demak.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News