
“Sendok-sendok plastik bekas sendok makan itu bisa saya buat lampion. Kalau sampah kerang saya buat boneka, vas bunga, dan bermacam-macam kerajinan dari sampah lainnya,” ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, dia membentuk kelompok usaha Ibayauw. Kelompok usaha ini mengkoordinasi ibu-ibu di sekitar lingkungan yang juga memproduksi kerajinan tangan dari sampah.
“Saya gunakan potensi yang ada untuk dikembangkan. Saya merasa terpanggil bagaimana bisa membawa ibu-ibu itu bisa produktif usaha dan tidak tergantung pada suami,” katanya.
BACA JUGA: Nugraha Karya Desa Brilian 2022: BRI Beri Apresiasi ke Desa Penggerak Ekonomi
Sebagai ketua kelompok usaha, dia bertanggung jawab mengakomodasi, memantau, dan mencari partner kerja dari luar untuk mendatangkan alat dan bahan kerajinan.
Kelompok usaha Ibayaw sendiri dibentuk pada 2019 yang beranggotakan 15 orang.
BACA JUGA: Garap Pameran ANTOLOGI, BRI Dukung Industri Kreatif
Dalam kelompok usaha ini, Petronela juga mengajak ibu-ibu, pensiunan perempuan untuk bergabung.
Kelompok usaha Ibayaw hingga kini mampu memproduksi berbagai produk kerajinan tangan, misalnya topi, anting, kalung, gelang, gorden, jepit rambut, vas bunga dan lainnya.
BACA JUGA: BRI Kantongi Penghargaan Dealer Utama Terbaik 5 Tahun Beruntun
Harga kerajinan tangan dijual dengan sangat terjangkau, dibanderol mulai Rp 10.000 hingga yang termahal hanya Rp 300 ribu untuk produk topi, gorden, dan vas bunga yang besar.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News