Ini Alasan Mengapa Seseorang Selingkuh Menurut Neurosains

11 Oktober 2022 11:00

GenPI.co Jateng - Seseorang dapat selingkuh bukan karena meninggalkan istri demi wanita lebih cantik atau meninggalkan suami demi pria yang lebih mapan, tetapi karena kondisi otaknya.

CEO Stress Management Indonesia Coach Pris mengatakan antara perselingkuhan, kesehatan otak, dan kondisi mental seseorang memiliki hubungan yang saling berkesinambungan.

"Kondisi mental seseorang, termasuk selingkuh, memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan otaknya,” kata dia, Senin (10/10).

BACA JUGA:  Ditanya Soal Selingkuh, Jawaban Luna Maya Bikin Kaget

Berikut 4 alasan mengapa orang berselingkuh berdasarkan neurosains.

1. Kecanduan euforia cinta

Ahli saraf menemukan setelah 6 bulan hingga 2 tahun, rasa cinta yang menggebu-gebu berubah menjadi cinta dan komitmen yang lebih dalam atau keputusan untuk berpisah dan melepaskan diri.

BACA JUGA:  Tanda-tanda Pasangan Sedang memikirkan Orang Lain, Bisa jadi Awal Perselingkuhan

Banyak terapis pasangan mengatakan perselingkuhan terjadi karena orang salah mengira kurangnya intensitas dan euforia sebagai tanda mereka telah putus cinta.

Kurangnya euforia ini dapat mendorong seseorang untuk mencari pasangan lain untuk mencoba menciptakan kembali intensitas cinta yang tinggi.

BACA JUGA:  Lesti Kejora Jadi Korban KDRT, Irfan Hakim: Banyak yang Bilang Rizky Billar Suka Selingkuh

Bagi sebagian orang, kebutuhan untuk merasakan aliran cinta baru membuat mereka terus mencari hubungan di luar nikah.

2. Kehilangan sirkuit kontrol diri

Sirkuit kontrol diri adalah sistem penyeimbang antara bagian otak limbik.

Hal ini memotivasi untuk mencari aktivitas yang menyenangkan dan bagian otak korteks prefrontal (PFC) yang membuat seseorang berpikir 2 kali sebelum terlibat dalam perilaku berisiko, seperti selingkuh.

Saat sirkuit kontrol diri seimbang, kontrol impuls memadai menghentikan seseorang dari berselingkuh.

Tetapi, ketika aktivitas PFC rendah, terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan seseorang menyerah pada keinginan impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya.

Studi pencitraan otak menunjukkan orang dengan aktivitas rendah di PFC lebih mungkin untuk bercerai.

Sebuah studi tahun 2019 menemukan pria dengan kadar testosteron tinggi lebih mungkin untuk melakukan perselingkuhan daripada pria dengan kadar testosteron yang lebih rendah.

Testosteron terlibat dalam suasana hati, motivasi, dan seksualitas.

4. Otak yang tidak setia itu berbeda

Studi pencitraan otak menemukan otak seseorang yang setia berbeda dari yang selingkuh.

Ketika seseorang melihat gambar romantis seperti pasangan berpegangan tangan atau menatap mata satu sama lain, misalnya, aktivasi otak berbeda antara yang setia dan tidak setia.

Penelitian menunjukkan orang yang setia menunjukkan lebih banyak aktivitas saraf terkait hadiah saat melihat gambar romantis dibandingkan dengan orang yang tidak setia.(ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Farida Trisnaningtyas

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATENG