GenPI.co Jateng - Dosen Hukum Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Muhammad Rustamaji, menilai dua tuntutan mahasiswa dalam kasus Gilang dinilai tak sinkron.
Mahasiswa menuntut penyelesaian hukum kasus kematian Gilang dan pembubaran KMS Menwa.
Kepada GenPI.co, Rustamaji menuturkan sebenarnya UNS Solo telah berkomunikasi dengan keluarga korban kekerasan Diklatsar Menwa.
Namun, pihak keluarga korban tidak memberikan balasan positif karena masih dalam keadaan duka.
Mantan anggota tim evaluasi KMS Menwa itu sedikitnya mendatangi tiga kali. Namun, saban datang dirinya disambut dengan ketus. Dia pun tak mempersoalkan hal itu.
“Kemudian kalau kami dengan teman-teman mahasiswa berkali-kali bubarkan Menwa," ujar Rustamaji, Senin (14/3).
Menurut dia, tuntutan pembubaran Menwa bukanlah sesuatu yang sinkron.
"Ini kan ada suatu permintaan yang nggak nyambung. Di satu sisi pidana, di sisi lain
pembubaran Menwa itu administratif hukumnya," sambung dia.
Rustamaji juga mempertanyakan mengenai apa yang diperjuangkan puluhan mahasiswa itu.
Kasus yang menimpa Gilang diduga erat berkaitan dengan pasal 351 yakni penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Kasus ini berkaitan dengan pasal 359 yakni kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
“Itu jelas sekali pidana. Kemudian dari pihak Rektorat memberikan sebagian dari tim itu tolong dong dampingi keluarganya. Permintaannya apa dipenuhi," ujar dia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News