GenPI.co Jateng - Penanganan kasus pinjaman online atau pinjol ilegal yang sempat marak beberapa waktu lalu ternyata tak semudah yang dibayangkan.
Dampak negatif kasus pinjol umumnya mencuat ketika ada peminjam yang terlambat membayar.
Kadang, ada pula yang merasa tidak meminjam, namun mendadak mendapat tagihan bahkan dengan kekerasan.
“Dalam segi hukum, khususnya penyelidikan ditangani oleh Subdit Siber Reskrimsus Polda jika tingkat Polda,” kata Auditor Kepolisian Madya TK III Itwasda Polda Jatim, Kombes Pol Wiji Suwartini, dikutip Uns.ac.id, Sabtu (12/2).
Penanganan pinjol dijerat dengan UU ITE pasal 27 ayat 4 dan pasal 45 ayat 4.
Hambatan yang kerap ditemui polisi dalam penyelidikan ini adalah sering bergantinya akun yang bahkan harus dikirimkan ke Amerika untuk proses pelacakan.
Kemudian, kekerasan berbasis online bukanlah kekerasan fisik melainkan verbal dan psikis. “Hal ini membutuhkan seorang ahli untuk memastikan benar mengalaminya,” ujar dia.
Menurut Wiji, meski setiap laporan terkait kasus pinjol akan ditangani kepolisian, namun dianjurkan mengutamakan pencegahan.
“Penegakan hukum bisa menjadi langkah terakhir dan lebih mengedepankan upaya pencegahan,” pesan Wiji.
Perwakilan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) FH UNS Solo, Zudan Arif Fakrulloh, mengatakan pinjol menjadi isu nasional tidak hanya dilihat dari segi hukum, tetapi psikososial ada kebutuhan dan digital trust.
Menurut dia, melawan pinjol tidak cukup hanya dengan mengedepankan aspek hukum, tapi harus ada mekanisme mendapatkan uang dengan mudah.
“Pinjam di koperasi misalnya atau lewat jaring pengaman sosial,” kata Zudan.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News