GenPI.co Jateng - Petani kunyit di Pacitan kini bisa menjual hasil panennya dengan harga lebih tinggi lantaran diolah menjadi minyak atsiri.
Sebelumnya, hasil panen kunyit dari petani dijual dalam bentuk segar sehingga harganya lebih rendah.
Pendampingan dari UNS Solo ini diberikan kepada Kelompok Tani Suroloyo I Bandar, Pacitan.
Petani diajak mengolah kunyit menjadi minyak atsiri melalui penyulingan metode uap.
Minyak yang dihasilkan lalu dijual ke industri.
Ketua Pengabdian kepada Masyarakat UNS Solo di Pacitan, Fea Prihapsara, mengatakan pendampingan itu memakai dana bersumber dari Program Pengembangan Produk Ungulan Daerah (PPPUD) Kemdikbudristek.
“Oleh karena itu perlu upaya dalam rangka meningkatkan nilai tambah ke petani,” ujar Fea, dikutip Uns.ac.id, Senin (31/1).
Ketua Kelompok Tani Suroloyo I, Agus Pramono, mengatakan penyulingan kunyit hasil panen petani memanfaatkan mesin berbahan bakar oli bekas.
Penyulingan berlangsung selama 7-8 jam untuk ketel berhapasitas 200 kilogram.
Dari jumlah itu akan dihasilkan minyak atsiri 0,1-0,15 persen.
“Kunyit basah akan menghasilkan 3 produk yaitu minyak atsiri, hidrosol, dan serbuk kunyit grade B,” kata Agus.
Agus menambahkan setiap 200 kg kunyit basah dijual dengan harga Rp1.200-1.500/kg.
Apabila disuling, ia akan menghasilkan 200-250 mililiter minyak atsiri, 50 liter hidrosol, dan 20 kg serbuk kering.
Minyak atsiri dijual dengan harga Rp250.000/100 ml. Hidrosol dihargai sementara hidrosol dihargai Rp5000/liter, dan serbuk kering dihargai Rp10.000/kg.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News