GenPI.co Jateng - Rencana pemerintah menghapus mata pelajaran dan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan (PKn) mendapat sorotan tajam.
Salah satunya dari Guru Besar PKn Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo, Profesor Triyanto.
Dia menolak wacana penghapusan PKn dari mata kuliah wajib. Menurut dia, rencana penghapusan PKn bertentangan dengan hukum di Indonesia.
"Penghapusan mata kuliah PKn bertentangan dengan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 mengenai bela negara dan Pasal 6 UU No.23/2019," ujar Profesor Triyanto saat dihubungi GenPI.co Jateng, Senin (19/9).
Triyanto juga memaparkan keterangan dari International Commision of Jurist pada konferensi di Bangkok tahun 1965.
Dalam konferensi itu disebutkan bahwa salah satu ciri negara hukum ialah adanya pendidikan kewarganegaraan.
"Dari konferensi itu menilai wacana RUU Sisdiknas melemahkan Indonesia sebagai negara hukum," imbuh dia.
Dia juga menyoroti rencana pemerintah mengganti mata kuliah PKn menjadi pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah wajib.
Menurutnya, mata kuliah PKn mempunyai perbedaan. Dia menjelaskan PKn memuat identitas nasional, ideologi, nasionalisme, patriotisme, demokrasi, HAM, hingga geopolitik dan geostrategis meluas secara internasional.
Sementara itu, pendidikan Pancasila bersifat khusus dalam satu negara, yakni Indonesia.
"PKn mencakup internasional. Tujuannya mendidik warga negara secara umum, multikulturalisme secara umum, isu internasional lintas negara. Pendidikan Pancasila hanya mendidik secara khusus dengan materi Indonesia saja," katanya.
Di sisi lain, Rektor UNS Jamal Wiwoho sependapat dengan sikap Profesor Triyanto.
"Kalau sudah Pak Tri, kami ikut saja," kata Jamal kepada GenPI.co Jateng, Senin (19/9).
Menurutnya penghapusan mata kuliah tersebut menjadi salah satu dinamika dalam dunia pendidikan.
"Kami ikuti saja seperti yang di Institut Teknologi Bandung (ITB) ada mata kuliah yang dihapus juga," imbuh dia. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News