GenPI.co Jateng - Bus Batik Solo Trans (BST) dan angkutan pengumpan atau feeder turut terdampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Akibatnya, pengeluaran BBM untuk transportasi umum sistem buy the service ini meningkat drastis.
Kedua kendaraan ini sama-sama menggunakan BBM subsidi dalam operasionalnya.
Direktur Utama BST, Sri Sadad Modjo, menjelaskan kenaikan harga BBM berpengaruh pada operasional BST Solo.
“Tentu saja, kenaikan BBM berpengaruh. Apalagi naiknya lumayan. Kami juga mengisi waktu sore hari. Jadi langsung terasa. Dampaknya adalah pada pengeluaran kami untuk keperluan bahan bakar setiap harinya,” ujar Sri Sadad, Selasa (6/9).
Sadad menjelaskan dalam satu hari jumlah bus BST yang beroperasi sebanyak 104 unit.
Adapun 1 unit bus BST memerlukan BBM subsidi jenis solar sekitar 60 liter/hari.
Mengacu pada harga solar lama, biaya operasional semua bus mencapai Rp32 juta/hari.
Kini manajemen harus mengeluarkan biaya hingga Rp 42 juta untuk BBM solar.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Solo Taufiq Muhammad menyampaikan kenaikan harga BBM tidak akan berdampak kepada masyarakat pengguna BST.
Layanan BST Solo masih bisa dimanfaatkan dengan gratis oleh masyarakat, meski ada kenaikan harga BBM.
"Setidaknya ada dua cara. Menaikkan nilai kontraknya, yang lainnya adalah penyesuaian operasional jarak tempuh. Bisa jadi nanti jarak tempuhnya diatur lebih sedikit," ujar Taufiq.
Menurut dia, operator BST telah dipanggil Kementerian Perhubungan mengenai kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.
“Nanti penyesuaian itu dibahas antara operator dan kementerian. Itu karena anggarannya dari kementerian juga. Tadi sudah saya cek, infonya sedang dalam pembahasan,” jelas dia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News