Misteri Kasus Brigadir J Tewas, Ini Kata Kriminolog

10 Agustus 2022 09:00

GenPI.co Jateng - Transparansi penegakan hukum menjadi ujian bagi Polri untuk mengungkap kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Kriminolog Hilyatul Asfia membeberkan desakan dari publik membuat Polri diuji untuk membuka kebenaran kasus tewasnya Brigadir J.

"Saya rasa soal transparansi hukum yang diberikan saat ini malah terbuka, karena seperti permintaan dari respons masyarakat yang membaca berita dan sebagainya. Respons itu satu persatu dijawab oleh pihak kepolisian," ujar alumni Magister Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, saat dihubungi GenPI.co, Selasa (9/8).

BACA JUGA:  Wow! Baru 3 Hari, Tiket Konser Dream Theater di Solo Terjual 50%

Asfia menjelaskan banyaknya drama yang terjadi dalam kasus ini.

Salah satunya penghilangan barang bukti (CCTV) yang membuat proses hukum terkesan cukup lamban.

BACA JUGA:  5 Rekomendasi Hotel di Solo, Bisa Nonton Konser Dream Theater

Meski demikian, dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) ini menegaskan harus tetap menerapkan asas praduga tidak bersalah sebelum kepolisian menetapkan pihak yang benar-benar bersalah.

Di sisi lain, pengajuan justice collaborator oleh Bharada Richard Eliezer (Bharada E) nantinya berkas pemeriksaannya akan dibedakan menjadi berkas penyidikan.

BACA JUGA:  Alhamdulillah, Jateng Dapat Tambahan 60.000 Dosis Vaksin PMK

Menurut dia, pengajuan justice collaborator diatur dalam UU No 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

“UU itu mengatur bentuk pengakuan terhadap salah satu tersangka yang mengajukan dirinya sebagai saksi kunci yang akan mengungkap bagaimana sebenarnya peristiwa itu terjadi,” tutur dia.

Adapun jika hasil proses hukum itu mengarah pada terbukti bersalahnya mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, maka dia akan dijerat pasal berlapis.

"Seandainya anggaplah terbukti Pak Ferdi Sambo bersalah, akan dijerat Pasal 338 tentang pembunuhan, Pasal 330 artinya pembunuhan dengan direncanakan, dan 233 KUHP menghilangkan barang bukti,” beber dia.

Di sisi lain, Bharada E meski sebagai saksi kunci juga tetap akan dijerat sejumlah pasal berlapis.

"Brigadir E dapat dijerat beberapa Pasal 338 junto Pasal 55 dan Pasal 50 di mana Pasal 338 itu pembunuhan berencana, tapi dapat diringankan karena dia menyatakan itu adalah perintah dari atasan," tutur dia.

Fia menilai kejadian itu dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak terutama untuk penegakan hukum di Indonesia.

"Tentunya dari peristiwa ini banyak hal yang perlu dipelajari menjadi sebuah refleksi dalam penegakan hukum di Indonesia," jelas dia.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATENG