Tolak Pengukuran Tambang, Warga Wadas Gelar Aksi Bisu

15 Juli 2022 19:00

GenPI.co Jateng - Seratusan warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, menggelar aksi bisu keliling desa yang berakhir di Kantor Desa Wadas, pada Kamis (14/7).

Aksi warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) ditujukan kepada pemerintah yang terus melakukan pengukuran tanah milik warga di Desa Wadas sebagai lokasi tambang batu andesit.

“Kami melakukan aksi bisu karena kami sudah kehabisan kata-kata. Sudah belasan kali kami melakukan protes dan menempuh jalur hukum, tetapi pemerintah tidak pernah mendengarkan kami,” kata salah satu tokoh pemuda Desa Wadas, Siswanto, dikutip ayosemarang.com, Jumat (15/7).

BACA JUGA:  Kabar Terbaru Wadas, Warga Setuju Tambang Mulai Dapat Ganti Rugi

Aksi bisu dilakukan saat Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo menginventarisasi dan identifikasi pengadaan tanah Desa Wadas tahap 2.

Lokasi tambang batu andesit akan mengambil tanah warga seluas 146 hektare yang terletak di perbukitan di Wadas.

BACA JUGA:  233 Warga Wadas Terima Uang Ganti Rugi Proyek Tambang Andesit

Batu itu akan digunakan untuk membangun Bendungan Bener Purworejo. Proses pengukuran tanah milik warga dilakukan sejak Selasa (12/7) hingga hari ini.

Padahal ada warga Wadas menolak tambang ini karena dinilai bisa merusak alam.

BACA JUGA:  Ganjar Kurban Sapi Metal Seberat 530 Kg di Desa Wadas

“Aksi ini adalah bentuk sikap kami bahwa masyarakat Wadas tidak takluk dengan uang ganti rugi, kami masih melawan rencana pemerintah menambang batu andesit di lahan pertanian milik kami,” papar dia.

Menurut dia, Gempadewa teguh menjaga alam Desa Wadas karena ingat dengan ajaran para kiai di Desa Wadas.

Dalam hal ini, tambang dianggap merusak alam.

“Sesepuh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari pernah mengatakan petani itu adalah penolong negeri. Jika kami para petani di Desa Wadas tidak punya tanah lagi, maka kami tidak bisa menjalankan fungsi kami menolong negeri,” ungkap dia.

Warga memulai aksinya dari Dusun Randuparang, mereka berjalan menyusuri jalan desa dan berakhir di Kantor Desa Wadas.

Mereka menutup mulut dengan lakban. Ini sebagai simbol mereka sudah kehilangan kata-kata.

Selain itu, mereka bertopi besek sebagai simbol tradisi perempuan Wadas yang akan hilang karena bambu sebagai bahan baku membuat besek akan punah akibat tambang.

Mereka pun membawa bibit tanaman sebagai simbol konsistensi mereka menjaga alam.

Mereka juga menempelkan uang di bagian muka ini sebagai simbol alam tidak bisa diganti dengan uang.

“Kami minta Presiden Joko Widodo segera menyelesaikan kasus di Wadas,” kata Sulimah mewakili Gempadewa.

Dia ingin aparat yang melakukan kekerasan terhadap warga Wadas pada 23 April 2021 dan 8 Februari 2022 diadili.

Mereka sempat berdiam diri selama 10 menit di kantor desa dan meletakkan bibit pohon di halaman.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Farida Trisnaningtyas

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATENG