GenPI.co Jateng - Sistem pertanian kearifan lokal yang diterapkan petani di lereng Gunung Sindoro, wilayah Desa Bansari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, terbukti ampuh.
Sistem tumpang gilir mampu mengoptimalkan lahan, menghemat biaya, dan meningkatkan pendapatan.
Petani Desa Bansari, Sofian, mengatakan tumpang gilir menjadi tradisi dalam bertani di lereng Gunung Sindoro, yang diajarkan orang tua pada anaknya.
Sistem tumpang gilir ini adalah petani mengolah lahan satu kali dan pemberian pupuk organik untuk penanaman satu komoditas yang disusul komoditas lain, tanpa pengolahan lahan kembali.
Contohnya, saat menanam bawang merah. Sebelum bawang merah panen, di sela-sela tanaman ditanami tembakau.
“Saat bawang merah panen, tanaman tembakau sudah mulai tumbuh. Ada pula yang ditanami bawang merah, lalu disusul lombok,” kata dia, dikutip jatengprov.go.id, Senin (18/4).
Menurut dia, saat bawang merah berusia 50 hari, di sampingnya ditanami cabai.
Dengan demikian, ketika bawang merah panen selanjutnya cabai siap dipetik.
Petani lainnya, Siswanto, menjelaskan tumpang gilir adalah cara untuk memanfaatkan pupuk organik yang ada di lahan pertanian.
Menurut dia, petani dalam mengolah lahan selalu memberikan pupuk organik.
Namun demikian, tidak semua pupuk habis untuk 1 tanaman.
Maka dari itu, lantas ditanami tanaman atau komoditas lain untuk memanfaatkan pupuk organik yang belum habis.
Setelah 2-3 kali penanaman, lahan kemudian diistirahatkan sekitar satu bulan. Sebelum kemudian kembali diolah diberi pupuk dan ditanami.
“Nyaris sepanjang tahun lahan bisa produktif,” jelas dia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News