Jateng Disebut Sebagai Provinsi Termiskin, BPS Blak-Blakan

31 Maret 2022 04:30

GenPI.co Jateng - Badan Pusat Statistik Jawa Tengah menilai pemberitaan yang menyatakan Jawa Tengah sebagai provinsi termiskin adalah narasi menyesatkan dan hoaks.

Sebelumnya hastag Ganjar pencitraan menjadi trending Twitter pada Rabu (30/3) sore.

Hal tersebut setelah beberapa media massa memberitakan tentang Jateng menjadi provinsi termiskin di Jawa.

BACA JUGA:  Bengawan Solo Jadi Kawasan Wisata Air Baru, Ini Syarat Ganjar

Hastag trending ini disusul warganet yang mempertanyakan kepemimpinan Ganjar Pranowo di Jateng menjadikan provinsi ini termiskin di Jawa.

Kepala BPS Jateng, Adhi Wiriana, mengatakan penghitungan kemiskinan tidak didasarkan atas tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita.

BACA JUGA:  Waspada Hujan Deras Disertai Angin Landa Jateng hingga 1 April

PDRB per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk Jateng 2021 adalah Rp 38,67 juta per tahun.

Meskipun demikian, rata-rata jumlah tersebut melebihi dari upah minimum yang telah ditentukan oleh Pemprov Jateng.

BACA JUGA:  Tenang, Stok Beras dan Minyak Goreng Jateng Selama Ramadan Aman

Dia menyatakan tingkat pendapatan suatu daerah tidak linier dengan tingkat kemiskinan.

"Hal itu karena, PDRB disebut juga sebagai pendekatan kesejahteraan semu," ujar dia, dikutip ayosemarang, Rabu (30/3).

Adhi membantah kabar Jateng provinsi termiskin di Jawa meskipun angka kemiskinan mencapai 11,25%, lebih tinggi dari angka nasional yang 9,71%.

 "Masih ada yang dikatakan lebih miskin dari Jateng, yakni Yogyakarta. Kemudian dilihat dari jumlah penduduk miskin, sebenarnya Jawa Barat dan Jawa Timur lebih tinggi dengan 4 jutaan penduduk miskin, sementara Jateng 3,9 juta," papar dia.

Adhi menyebut indeks gini rasio (tingkat ketimpangan pendapatan atau pengeluaran) di Jateng cukup rendah, yakni 0,368.

Gini rasio provinsi lain seperti DKI Jakarta, Jabar, dan DIY berada di atas Jateng dengan 0,4.

Jika angka tersebut semakin mendekati 1 menandakan adanya ketimpangan yang besar.

Pihaknya berharap masyarakat lebih meningkatkan literasi statistik.

Hal itu didukung dengan Indeks Pembangunan Manusia, di Jawa tengah yang mencapai 0,3% di atas Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.

Di sisi lain, BPS Jateng menggunakan basic needs approach atau pengeluaran masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok untuk menentukan tingkat kemiskinan suatu daerah.

Metode ini melihat komponen dari makanan dan nonmakanan, seperti nasi, telur, pakaian, listrik, transportasi, dan sewa rumah.

"Angka sekitar Rp 38 juta per tahun dari pendapatan per kapita itu betul, dibagi 12 bulan hasilnya masih di atas UMP atau UMR," jelas dia.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Farida Trisnaningtyas

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATENG