GenPI.co Jateng - Pabrik atau produsen tahu rumahan berusaha bertahan di tengah lonjakan harga kedelai belakangan ini.
Salah satunya seperti yang dialami Amang Adiwiyoto, produsen tahu asal Kelurahan Proyonanggan Utara, Batang.
Ada sejumlah siasat diambilnya demi bertahan di tengah tingginya harga kedelai impor.
Saat ini harga kedelai impor berada di level Rp11.000 per kilogram dari awalnya yang hanya Rp7.500 per kilogram.
Kenaikan ini terjadi bertahap dan pelaku UMKM harus mulai bersiasat.
“Kita sebagai pelaku UMKM jujur saja kelimpungan, harus pintar-pintar menyiasatinya agar produksi tetap berjalan,” kata dia, dikutip Batangkab.go.id, Senin (21/2).
Amang kini harus mengurangi produksinya dari semula 200 kuintal per hari menjadi 150 kuintal per hari.
Dia juga harus menjual tahunya menjadi Rp420 per potong dari awalnya Rp400.
Kenaikan itu pun diambilnya dengan berat hati mengingat akan memberatkan konsumennya.
Meski demikian, dia ogah ikut-ikutan mogok produksi sebagai protes atas tingginya harga kedelai.
Dia memilih tetap produksi lantaran banyak karyawan menggantungkan hidupnya dari bisnis itu.
“Kalau saya yang terpenting usaha masih bisa jalan meskipun keuntungan sedikit, karyawan masih bisa bekerja,” tutur dia.
Kini, Amang harus membayar upah enam karyawannya masing-masing Rp100.000 per hari. Dia juga harus membayar biaya operasional misal solar dan kayu.
Pertimbangan itulah yang membuatnya memilih tidak mogok.
Banyak karyawan menggantungkan hidupnya pada pekerjaan membuat tahu.
“Cukup ekonomi saya yang merosot tapi jangan karyawan,” ujar dia.
Dia berharap, pemerintah menurunkan harga kedelai agar bisnis usaha kecil tetap berjalan.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News