GenPI.co Jateng - Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak agar 3 warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, yang dituduh melanggar Pasal 28 UU ITE dan pasal 14 jo. Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 dibebaskan dari proses hukum dengan segera dan tanpa syarat.
“Mereka hanya mengabarkan situasi yang terjadi secara nyata di desa mereka sendiri,” kata perwakilan koalisi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ika Ningtyas, lewat keterangan tertulis, Kamis, (10/2).
Koalisi juga mendesak agar pemerintah mengusut dugaan pemadaman sengaja terhadap listrik, sinyal ponsel, dan internet di wilayah Desa Wadas selama aksi kekerasan oleh aparat terjadi pada 8 - 9 Februari 2022.
Seperti diketahui, Senin (7/2), ratusan aparat keamanan melakukan apel dan mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto, di belakang kantor Polsek Bener, tepat di pintu masuk Desa Wadas.
Selanjutnya pada Selasa (8/2), ratusan aparat tersebut bergerak ke Desa Wadas mengawal petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan melakukan pengukuran tanah di wilayah Desa Wadas terkait proyek pembangunan Bendungan Bener.
Langkah pengawalan itu berujung penangkapan terhadap setidaknya sekitar 67 warga Desa Wadas beserta pendamping mereka. Ini termasuk 13 anak-anak dan perempuan.
Koalisi juga memperoleh informasi, polisi dengan kasar melarang dan menghalangi pendamping warga dari LBH Yogyakarta untuk masuk ke Desa Wadas.
“Kami juga mendapat laporan dugaan pemutusan jaringan telepon seluler dan internet di Wadas yang menyulitkan warga untuk berkomunikasi,” papar dia.
Menurut dia, pemutusan jaringan komunikasi jika tidak selaras dengan standar HAM internasional dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Jika benar telah terjadi pemadaman internet di wilayah Wadas, koalisi menilai hal ini sebagai pelanggaran yang harus ditindaklanjuti dengan proses hukum.
Secara substansi, pemadaman internet juga menyalahi ketentuan diskresi, bertentangan dengan UU dan asas umum pemerintahan yang baik.
Selain itu, terkait dengan adanya warga yang dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan dengan dugaan melanggar Pasal 28 UU ITE dan pasal 14 jo. Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946, koalisi menilai ini sebagai kekeliruan.
Penerapan kedua ketentuan ini seharusnya dimaknai dengan sangat hati-hati unsur-unsur pokoknya.
Pertama, penyiaran berita tersebut memang untuk menimbulkan keonaran dan kedua, orang yang menyebarkan berita harus memiliki persangkaan setidak-tidaknya bahwa berita yang disebarkan adalah berita bohong.
“Di dalam peristiwa ini, jika dilihat lebih lanjut tentu kedua unsur tersebut sama sekali tidak terpenuhi karena yang dilakukan oleh warga adalah pemberitaan mengenai situasi nyata yang terjadi secara real time,” ungkap dia.
Informasi tersebut juga disebarkan bukan untuk menimbulkan keonaran, namun sebagai bentuk pemberitaan dan pertolongan kepada publik atas peristiwa kekerasan yang terjadi kepada warga sipil di Desa Wadas.
Maka dari itu, koalisi menilai penggunaan Pasal 28 UU ITE bersama dengan Pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 sebagai dasar penangkapan warga merupakan upaya negara untuk membungkam dan mengancam warga yang menjalankan protes secara damai dan membela hak asasinya.
Koalisi Serius Revisi UU ITE merupakan perkumpulan sejumlah organisasi masyarakat sipil. Selain AJI, sejumlah organisasi lainnya adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Southeast Asian Freedom of Expression Network, Yayasan Perlindungan Insani, Remotivi dll.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News