GenPI.co Jateng - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menilai soal pupuk langka tidak tepat.
Wakil Ketua Umum DPP Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Didik Setiawan menjelaskan stok pupuk subsidi dari produsen sangat melimpah.
Didik membeberkan bukan stok pupuk yang langka melainkan masalah karut marut data petani serta problem distribusi di tingkat toko atau agen.
Didik yang pernah menjadi pengurus di Pemuda Tani HKTI Jawa Tengah menerangkan pupuk subsidi terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan petani.
"Di Jateng 1 desa besar, terutama di Pantura, paling sebenarnya butuh urea 150 kg/hektar. Rata-rata satu desa bisa memiliki 80-100 hektar sawah, (pupuk subsidi) sebenarnya cukup," kata Didik, dalam rilis, Rabu (22/2).
Menurut dia, istilah kelangkaan itu muncul karena datanya tak jelas, terutama dari kelompok tani.
Misalnya jatah pupuk subsidi untuk 2023 diajukan pada 2022. Akan tetapi, setelah pupuk tersedia banyak yang tidak ditebus.
Alhasil, toko kelimpungan karena uang harus berputar sehingga terpaksa menjual ke yang bukan haknya.
Di sisi lain, banyak pupuk subsidi tidak ditebus karena waktu penyaluran yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan masa tanam.
"Pupuk didistribusikan pada Januari 2023. Sementara November dan Desember 2022 petani sudah mengolah tanah untuk menanam padi. Akibatnya, pupuk subsidi sedikit yang ditebus," ungkap Didik.
Selain itu, data petani yang berhak mendapat pupuk subsidi juga bermasalah.
Terkadang ada orang yang mendapat kartu tani padahal dia bukan pemilik atau penggarap sawah.
"Saya melihat kelangkaan itu hanya distribusi saja. Akurasi data petani itu susah. Kadang-kadang banyak mereka yang masuk di Poktan bukan petani dan bukan buruh petani. Ada oknum yang bukan petani dimasukkan sebagai petani," tutur dia.
HKTI pun meminta pemerintah untuk meningkatkan anggaran pupuk subsidi demi mendongkrak hasil tani yang berkualitas dan mendukung food estate.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News