GenPI.co Jateng - Tahukah kamu kalau masyarakat Kota Semarang mempunyai tradisi Dugderan untuk menyambut datangnya puasa Ramadan?
Konon tradisi ini sudah ada sejak 1881, yakni pada masa Bupati KRMT Purbaningrat.
Dikutip visitjateng.jatengprov.go.id, Jumat (1/4), tradisi ini dimulai dengan pemukulan beduk di Masjid Besar Kauman disusul dengan penyulutan meriam di halaman pendapa kabupaten di Kanjengan sehari jelang Ramadan.
Beduk yang mengeluarkan bunyi dug dan meriam berbunyi der berkali-kali ini akhirnya menjadi istilah Dugderan.
Selanjutnya, masyarakat pun berkumpul di alun-alun di depan Masjid Kauman kemudian keluarlah Kanjeng Bupati dan Imam Masjid Besar memberikan sambutan dan informasi tentang penentuan awal puasa.
Prosesi Dugderan terdiri dari 3 agenda, yakni pasar (malam) Dugderan, ritual pengumuman awal puasa, dan kirab budaya Warak Ngendok.
Adapun Warak Ngendok menjadi ikon tradisi Dugderan di Kota Semarang hingga sekarang.
Warak Ngendok adalah hewan mitologi berbentuk perpaduan antara kambing pada bagian kaki, naga pada bagian kepala, dan buraq di bagian badannya.
Warak Ngendok berasal dari dua kata, yakni warak yang berasal dari bahasa arab Wara yang berarti suci dan Ngendok, bertelur.
Artinya, siapa saja yg menjaga kesucian di Ramadan kelak akan mendapatkan pahala saat Lebaran.
Terbaru, Dugderan di Kota Semarang digelar pada Kamis (31/3).
Pemkot menampilkan Warak Ngendog Animatronik, yakni warak yang dilengkapi fitur kepala geleng, mata berkedip, ekor bergerak, mulut bergerak, bersuara, dan berjalan.
Rutenya, dimulai dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Kota Semarang, dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News