Ini Tradisi Sadranan Jelang Ramadan, Konon Ada Sejak Majapahit

28 Maret 2022 20:00

GenPI.co Jateng - Masyarakat Jawa mempunyai tradisi sadranan yang digelar setiap Ruwah pada kalender Jawa.

Tradisi ini tak terkecuali dilakukan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun pendahulunya yang sekarang merupakan bekas Keraton Kartasura.

Pengiat sejarah dan budaya Solo Raya, Raden Surojo, mengatakan tradisi nyadran sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit.

BACA JUGA:  Tak Lagi E-Warong, Bansos BPNT Dibelanjakan di Pasar Tradisional

"Nyadran itu berasal dari bahasa Sanskerta, atau Jawa kuna, Sadara. Sadara itu adalah artinya mengingat roh leluhur. Tradisi nyadran atau Sadara ini dimulai dari zaman Majapahit," kata dia kepada GenPI.co, Sabtu (26/3).

Surojo menjelaskan saat itu pada pertemuan Agung, Patih Gajah Mada mengusulkan kepada Raja Hayam Wuruk untuk mengingat kembali leluhurnya, yakni Raja Gayatri.

BACA JUGA:  Hidupkan Tradisi, Kecamatan Todanan Blora Bikin Gema Desa Mengaji

Usulan tersebut akhirnya diterima oleh Raja Hayam Wuruk. Ia kemudian memerintahkan para Brahmana untuk menyiapkan sesuatu yang berkaitan dengan tradisi, seperti tata upacara.

"Akhirnya, tradisi Sadara itu pada masa Majapahit itu dilakukan di candi-candi sebagai perwujudan candi para leluhurnya, seperti Candi Kidal dan sebagainya," papar dia,

BACA JUGA:  Begini Tradisi Sadranan di Keraton Kartasura Jelang Ramadan

Seiring berjalannya waktu, nyadran terus berkembang dan dilakukan hingga pada masa Kerajaan Demak.

Adapun Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah, anak raja terakhir Kerajaan Majapahit.

Akhirnya, tradisi nyadran berkembang hingga saat ini.

Masyarakat, khususnya dari suku Jawa masih menggelar tradisi tersebut untuk mengenang para leluhurnya.

"Jadi dari awal terus berkembang hingga masuk pada masa Islam. Hanya, tata caranya agak berbeda dengan tradisi pada masa awal, karena sekarang menyesuaikan dengan ajaran Islam, mungkin tata cara atau doanya," ungkap dia.

Tradisi nyadran dilaksanakan setiap Ruwah ini bermula saat masa Sultan Agung yang menetapkan tahun Jawa, yakni memadukan kalender Islam dan kalender Saka.

Dalam kalender Jawa tersebut, dijelaskan Surojo, ada 12 bulan. Salah satunya adalah Ruwah.

"Bulan ruwah kalau orang Jawa itu mengatakan untuk unggahan. Artinya menaikan doa kepada para leluhurnya," tutur dia.

Adapun tradisi nyadran sebelum Ramadan konon sudah dimulai sejak era Kerajaan Mataram Islam.

"Tradisi nyadran itu merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu dan bentuk akulturasi budaya, karena ini tidak hanya salah satu agama saja, dalam Islam pun tradisi ini tetap berlangsung," jelas dia.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATENG