GenPI.co Jateng - Mengirim komoditas hingga mancanegara ternyata tak selamanya menjadi tujuan pasar produsen tanah air.
Pengelola Kopi Potorono di Magelang, misalnya, lebih suka menggarap pasar lokal yang permintaan terus tumbuh alih-alih ekspor.
Ada satu hal mendasar kenapa keputusan ini dipilihnya, soal harga.
Kepala Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Dahlan, mengatakan pada 2015, kopi Potorono pernah mengekspor kopi ke Busan, Korea.
Bisnis itu merupakan hasil kerja sama dengan sebuah perusahaan eskportir.
Sebab, saat itu ada kebijakan ekspor kopi minimal harus satu kontainer. Padahal, kapasitas produknya belum memenuhi.
“Tapi hal itu tidak saya lanjut. Waktu itu kurang lebih hanya satu ton green bean,” kata Dahlan, dikutip Magelangkab.go.id, Sabtu (29/1).
Selain kualitas yang belum memenuhi standar ekspor, harga produk ekspor ternyata hampir sama dengan pasar dalam negeri.
Sebab, dia harus menginduk dengan perusahaan eksportir.
Apabila ingin mengekspor secara mandiri, kapasitas produksi kopi Potorono belum bisa memenuhi satu kontainer atau sekitar 18 ton green bean.
Kondisi inilah yang membuat Dahlan lebih menyukai menggarap pasar lokal alih-alih ekspor.
"Untuk green bean dari Potorono ini juga ada pelanggan tetap dari Balikpapan, sekali kirim 3 kuintal dan terakhir 5 kuintal,” tutur dia,
“Ada yang dari Riau. Sekarang sedang nge-grade lagi untuk kirim ke Kota Magelang. Dari Sukabumi, Bekasi, Bogor itu banyak yang menggunakan green bean Potorono," imbuh dia.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News