GenPI.co Jateng - Perajin tempe di Kabupaten Kudus mengurangi produksi menyusul mahalnya harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tempe.
Salah satu perajin tempe asal Desa Jati Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, Suwarti, mengatakan penggunaan bahan baku kedelai dikurangi menjadi 1,5 kuintal per hari.
Selain harga kedelai impor mahal, terjadi tren penurunan permintaan tempe di pasaran.
"Sejak ada kenaikan harga jual kedelai impor, saya memang sempat bertahan untuk tetap produksi hingga 2 kuintal kedelai per hari. Akan tetapi, ternyata harganya terus naik hingga saat ini mencapai Rp 12.000 per kilogram (kg), akhirnya saya kurangi produksi," kata dia, Kamis (24/3).
Dia juga mulai menaikkan harga jual tempe dalam 3 hari terakhir. Tempe ukuran kecil semula Rp 2.000/buah kini Rp 2.500/buah.
Sedangkan ukuran besar yang awalnya Rp15.000, kini naik menjadi Rp17.000.
Sebelumnya, harga masih tetap sama, namun ukurannya diperkecil.
Namun demikian, harga kedelai semakin tinggi sehingga ia akhirnya menaikkan harga jual setelah ukuran tempe juga diperkecil.
Pedagang tahu di Pasar Bitingan, Siti Aminah, mengakui hal yang sama, harga jual tahu juga dinaikkan dari sebelumnya Rp 7.000 per 10 buah, kini naik menjadi Rp 8.000.
"Kenaikan tersebut menyesuaikan harga kulakan karena per papan tahu kini dinaikkan Rp 5.000 menjadi Rp 33.000 per papan. Sedangkan setiap papan berisi 147 potong tahu," papar dia.
Sementara itu, Manajer Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus, Amar Ma'ruf, membeberkan harga jual kedelai impor saat ini Rp 12.000/kg.
Menurut dia, kenaikan bahan baku kedelai ini terjadi sejak pertengahan bulan ini.
Tak hanya harga yang naik, stok kedelai untuk merek tertentu mulai tersendat pasokannya
“Stok kedelai impor di gudang masih tersedia sebanyak 45 ton, sedangkan permintaan berkisar 15 ton hingga 20 ton per harinya,” jelas dia.(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News