GenPI.co Jateng - Perjuangan Samin Surosentiko melawan Belanda saat kerja paksa membangun hubungan kekerabatan antara Blora dengan Sawahlunto.
Kisah itu diceritakan oleh Wali Kota Sawahlunto, Deri Asta, saat menghadiri peringatan 100 tahun perjuangan Samin Surosentiko di Blora, Selasa (15/3).
Deri menceritakan sejarah Mbah Samin dimulai dari perjalanannya menjadi tenaga kerja paksa bersama sejumlah pengikutnya di Sawahlunto.
Saat itu, Belanda sedang membuka pertambangan batu bara sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja.
Mbah Samin yang menjadi tahanan Belanda itu dikirim ke Sawahlunto.
Menurut Deri, tahanan yang ada di pertambangan batu bara adalah tahanan yang terakhir dan kelas berat.
“Kalau orang ke Sawahlunto berarti pelanggarannya menurut Belanda adalah pelanggaran berat,” kata dia, dikutip Blorakab.go.id, Rabu (16/3).
Karena dianggap berbahaya, selama bekerja di pertambangan itu, Mbah Samin dan pengikutnya dirantai.
Mereka hanya diberi identitas berupa nomor hingga meninggal dunia.
“Pak Samin dengan delapan orang pengikutnya dibawa ke Sawahlunto dijadikan buruh tambang tenaga kerja paksa yang disebut dengan orang rantai,” kata Deri.
Menurut Deri, ini menjadi bukti kelamnya sejarah penjajahan Belanda di tanah air.
Apabila Belanda memandang Samin sebagai pemberontak, Indonesia memandang Samin adalah pahlawan.
“Itu perbedaan mindset atau pola pikir antara penjajah dengan orang yang dijajah,” kata dia.
Hingga kini, kekerabatan keluarga pekerja tambang di Sawahlunto dengan Blora masih terjaga dengan sebutan “Dulur Tunggal Sekapal.”(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News